![]() |
dok. Tim Pengacara MLA (2017) |
Sungguh sulit menggambarkan profesi satu ini. Bekerja dan mengelola keuangan secara mandiri, tak digaji pemerintah, tapi keberadaanya sederajat dengan Hakim, Jaksa dan Polisi. Bahkan bagi klien seorang pengacara bisa dianggap sebagai "sang raja penyelamat". Apa yang diperintahkan ibarat "sabda pandita ratu". Klien tidak boleh membantah, wajib taat advice Lawyer, jika tidak nurut ? Tangani saja perkara sendiri.
Pengacara bisa menjadi raja, tetapi pada kondisi tertentu pengacara bagaikan anak yatim piatu tanpa ayah dan ibu. Tidak ada yang mempedulikan, tidak ada yang mengapresiasi, tidak ada yang menjamin saku baju terisi atau tidak.
Dalam konteks itu-lah, orang bisa pahami tidak ada tempat bagi pribadi yang lemah untuk meniti profesi pengacara. Setiap pengacara dituntut menjadi petarung, karena posisinya yang memang menjadi pembela. Tidak mungkin hadir pada diri pembela jiwa-jiwa yang kerdil, jiwa-jiwa yang rapuh, apalagi jiwa labil yang mudah mengganti posisi berdiri diatas kaki yang lain.
Pada praktiknya, meski tidak mayoritas, profesi ini juga dihinggapi pribadi pragmatis, oportunistik. Oknum pengacara, yang sangat mudah memisahkan kaki dimana kepentingan pribadi diuntungkan. Amanah itu adalah sebatas harga, besaran rupiah akan mendorong kecenderungan loyalitas.
Tidak perlu menghardik, tidak perlu mengeluarkan sumpah serapah, biasa saja. Setiap profesi pasti ada penyimpangan. Pada akhirnya, seorang pengacara akan dikumpulkan dengan klien yang seirama.
Yang jujur, amanah, bermartabat, istiqomah, akan berhimpun dengan klien-klien yang amanah, menghargai jasa hukum, mengapresiasi terhadap karya advokat yang tidak berbentuk fisik. Yang khianat, licik, selingkuh dan tidak setia, akan berkumpul dengan klien-klien yang munafik dan pragmatis, mulut manis tapi berhati bengis, pengacarapun diperlakukan habis manis sepah dibuang.
![]() |
dok. Tim Hukum PHPU di MK RI (2024) |
Pengacara tidak perlu mengukur isi kantong klien, atau mengukur ketebalan kantong lawan, cukup jalankan amanah, rezeki sudah ada yang mengatur. Tidak berkurang hak karena berjuang, tidak berkelimpahan harta karena pengkhianatan. Kalau belum rezeki, dikejar tetap berlari. Kalau sudah milik kita, saat kita tidur pun, ada saja yang transfer ke rekening kita.
Komentar
Posting Komentar