PERTANYAAN
Assalamualaikum,
pak Arip mohon pencerahan singkat kekuatan hukum tanah yang punya Surat Girik, Petok D dan Petok C dibanding tanah yang sudah bersertipikat?. Terimakasih,
wassalamualaikum (Marjadi – Gresik)
JAWAB
Waalaikumsalam,
terimakasih pak Marjadi atas pertanyaannya. Perlu
diketahui bahwa terkait pertanahan sudah ada UU yang mengaturnya, yaitu UU no 5
tahun 1960
tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria atau yang biasa disebut UUPA. Sebelum
menjawab pertanyaan bapak terkait kekuatan hukumnya, terlebih dahulu kita bahas
satu persatu
apa itu Girik, petok D dan petok C / Letter C.
1. Tanah Girik
Istilah tanah Girik ini masih melekat di masyarakat
khususnya didaerah pedesaan. Istilah tanah Girik biasanya digunakan masyarakat untuk
merujuk pada tanah yang belum bersertifikat. Tanah Girik merupakan tanah yang
dikuasai oleh salah satu pihak yang memiliki girik alias bukti pembayaran pajak
atas tanah yang bersangkutan kepada otoritas kolonial. Girik bukan bukti
kepemilikan tanah atau hak atas tanah. Girik hanya bukti pembayaran pajak saja.
Maka dari itu, UUPA mengamanatkan agar melakukan konversi tanah, salah satunya
tanah Girik, ke dalam tanah ber-hak sesuai UUPA. UU PA mengamanatkan bahwa
pelaksanaan konversi tanah tersebut harus selesai dalam 20 tahun. Namun,
realita di masyarakat adalah masih banyak tanah yang belum dikonversi. Oleh
karena itu sebaiknya segera konversi tanah Girik melalui Badan Pertanahan
Nasional (BPN) setempat.
2, Petok D
Tanah Petok D adalah tanah yang memiliki hak surat tanah
Petok D. Sebelum terbit UUPA pada tahun 1960, status tanah Petok D dipersamakan
dengan tanah yang memiliki surat kepemilikan tanah alias setara dengan sertifikat
tanah. Akan tetapi, pasca UUPA, maka status tanah Petok D tak ubahnya seperti tanah
Girik sehingga harus dikonversi sesuai dengan ketentuan UUPA.
3. Letter C
Tanah Letter C adalah buku register pertanahan yang ada di
desa atau kampung atas kepemilikan tanah di lokasi tersebut secara turun
temurun. Letter C tersimpan di kepala desa masing-masing. Yang diberikan kepada
warga biasanya hanya kutipan letter C saja, Girik, petok D, dan lain
sebagainya. Dengan kata lain tanah Letter C bermakna bahwa tanah tersebut
secara lengkap tercatat di buku Letter C dan terdapat bukti lainnya berupa Girik,
kutipan letter C, dan lain sebagainya pada pemilik tanah. Letter C sendiri
biasanya berisikan: Nomor Buku C; Kohir; Persil, Kelas Tanah, adalah suatu
letak tanah dalam pembagiannya atau disebut juga (Blok); Tanah Letter C tidak
serta merta sudah kuat bukti kepemilikannya. Tetap saja demi keamanan, tanah
Letter C tetap sebisa mungkin dikonversi ke sertipikat tanah.
4. Sertipikat Tanah
Sertipikat Tanah merupakan sertipikat hak kepemilikan, dalam UUPA disebutkan macam-macam sertipikat, ada Sertipikat Hak Milik (SHM), Sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB), Sertipikat Hak Pakai (SHP) dan Sertipikat Hak Guna Usaha (HGU). Ketika seseorang memegang/memiliki sertipikat tersebut, maka kepemilikannya dilindungi UU sebagaimana amanat UUPA
Dari penjelasan diatas, bisa disimpulkan dari segi kekuatan
hukumnya baik tanah Girik, petok D dan letter C belum memiliki kekuatan hukum
jika merujuk pada UUPA dan masih rawan bersengketa, lebih baik segera
dikonversi menjadi Sertipikat Hak Milik / SHM. Jadi kekuatan hukum Sertipikat Tanah lebih tinggi dan kuat daripada surat Girik, petok D dan letter C.
Demikian
jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Arip Imawan,
SH, MH, CM, SHEL (advokat di Moslem Lawyers Association)
Sudah berlalu 58 tahun
pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau biasa disebut juga
dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA). Hanya saja, jauh panggang
dari api. Cita-cita UU PA demi pengaturan rezim pertanahan Indonesia
yang lebih masih belum tercapai. Usaha reforma agraria yang dilancarkan
oleh Presiden Jokowi dapat dianggap sebagai usaha Pemerintah memenuhi
cita-cita UU PA.
Bukti belum selesainya reforma agraria adalah masih banyaknya tanah yang
berklasifikasi hak selain yang diatur dalam UU PA dan aturan
turunannya. Hal tersebut menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Misalnya, klien kami menanyakan soal status tanah eigendom verponding
dan tanah girik. Maka dari itu, kami hendak mengulas mengenai lima
istilah pertanahan yang masih membuat kebingungan di masyarakat.
Girik
Istilah ini kerap kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Di
masyarakat biasanya digunakan untuk merujuk pada tanah yang belum
bersertifikat. Tanah Girik adalah tanah yang dikuasai oleh salah satu
pihak yang memiliki girik alias bukti pembayaran pajak atas tanah yang
bersangkutan kepada otoritas kolonial. Girik bukan bukti kepemilikan
tanah atau hak atas tanah. Girik hanya bukti pembayaran pajak belaka.
Maka dari itu, UU PA mengamatkan untuk melakukan konversi tanah,
salah satunya tanah Girik, ke dalam tanah ber-hak sesuai UUPA. UU PA
mengamanatkan bahwa pelaksanaan konversi tanah tersebut harus selesai
dalam 20 tahun.
Namun, realita di masyarakat adalah masih banyak tanah yang belum
dikonversi. Oleh karena itu sebaiknya segera konversi tanah Girik
melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Terkadang Pemerintah
juga mengadakan program ‘pemutihan’ yang dapat diikuti oleh pemilik
tanah Girik.
Tanah Eigendom
Tanah Eigendom adalah tanah yang memiliki status hak milik pada
rezim aturan pertanahan kolonial. Tanah Eigendom pada asasnya hanya
dapat dimiliki oleh masyarakat kolonial Eropa dan Timur Asing. Hanya
saja, masyarakat pribumi yang mau haknya atas tanah dipersamakan dengan
bangsa Eropa dan Timur Asing, dapat pula memiliki tanah eigendom dengan
status sebagai tanah Agrarische Eigendom.
Tanah Eigendom Verponding
Tanah Eigendom Verponding hampir sama dengan tanah Eigendom. Tanah
Eigendom Verponding adalah tanah berhak milih khas rezim pertanahan
kolonial barat bagi masyarakat pribumi. Hanya saja, bukti kepemilikannya
sebatas verponding alias surat tagihan atas pajak tanah dan bangunan.
Tanah ini juga harus sesegera mungkin dikonversi melalui pejabat
pertanahan setempat. Konversi tanah ini memperhatikan ketentuan yang ada
di dalam UU PA dan aturan turunannya. Sementara verponding daripada
tanah Eigendom Verponding sekarang berubah menjadi Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).
Tanah Petok D
Tanah Petok D adalah tanah yang memiliki alas hak surat tanah Petok
D. Sebelum terbit UU PA pada tahun 1960, status tanah Petok D
dipersamakan dengan tanah yang memiliki surat kepemilikan tanah alias
setara dengan sertifikat tanah. Akan tetapi, pasca UU PA, maka status
tanah Petok D tak ubahnya tanah Girik sehingga harus dikonversi sesuai
dengan ketentuan UU PA.
Tanah Letter C
Letter C sendiri adalah buku register pertanahan yang ada di desa
atau kampung atas kepemilikan tanah di lokasi tersebut secara turun
temurun. Letter C tersimpan di kepala desa masing-masing. Yang diberikan
kepada warga biasanya hanya kutipan letter c tersebut, girik, petok D,
dan lain sebagainya. Dengan kata lain tanah Letter C bermakna bahwa
tanah tersebut secara lengkap tercatat di buku Letter C dan terdapat
bukti lainnya berupa girik, kutipan letter c, dan lain sebagainya pada
pemilik tanah.
Letter C sendiri biasanya berisikan: Nomor Buku C; Kohir; Persil,
Kelas Tanah, adalah suatu letak tanah dalam pembagiannya atau disebut
juga (Blok); Kelas Desa, maksud dari kelas desa adalah suatu kelas tanah
yang dipergunakan untuk membedakan antara darat dan tanah sawah atau
diantara tanah yang produktif dan non produktif ini terjadi pada saat
menetukan pajak yang akan dipungut; Daftar Pajak Bumi yang terdiri atas
Nilai Pajak, Luasan Tanah (dalam meter persegi) dan Tahun Pajak; Nama
Pemilik Letter C, nama pemilik ini merupakan nama pemilik awal sampai
pemilik terakhir; Nomor urut pemilik; Nomor bagian persil; dan Tanda
Tangan dan stempel Kepala Desa/Kelurahan.
Tanah Letter C tidak serta merta sudah kuat bukti kepemilikannya.
Tetap saja demi keamanan, tanah Letter C tetap sebisa mungkin dikonversi
ke sertipikat tanah. Untuk melakukan konversi, silahkan datang ke
kantor pertanahan setempat dengan membawa bukti kepemilikan tanah yang
bersangkutan.
Sumber:
Lima Istilah Terkait Pertanahan yang Masih MembingungkanSudah berlalu 58 tahun
pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau biasa disebut juga
dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA). Hanya saja, jauh panggang
dari api. Cita-cita UU PA demi pengaturan rezim pertanahan Indonesia
yang lebih masih belum tercapai. Usaha reforma agraria yang dilancarkan
oleh Presiden Jokowi dapat dianggap sebagai usaha Pemerintah memenuhi
cita-cita UU PA.
Bukti belum selesainya reforma agraria adalah masih banyaknya tanah yang
berklasifikasi hak selain yang diatur dalam UU PA dan aturan
turunannya. Hal tersebut menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Misalnya, klien kami menanyakan soal status tanah eigendom verponding
dan tanah girik. Maka dari itu, kami hendak mengulas mengenai lima
istilah pertanahan yang masih membuat kebingungan di masyarakat.
Girik
Istilah ini kerap kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Di
masyarakat biasanya digunakan untuk merujuk pada tanah yang belum
bersertifikat. Tanah Girik adalah tanah yang dikuasai oleh salah satu
pihak yang memiliki girik alias bukti pembayaran pajak atas tanah yang
bersangkutan kepada otoritas kolonial. Girik bukan bukti kepemilikan
tanah atau hak atas tanah. Girik hanya bukti pembayaran pajak belaka.
Maka dari itu, UU PA mengamatkan untuk melakukan konversi tanah,
salah satunya tanah Girik, ke dalam tanah ber-hak sesuai UUPA. UU PA
mengamanatkan bahwa pelaksanaan konversi tanah tersebut harus selesai
dalam 20 tahun.
Namun, realita di masyarakat adalah masih banyak tanah yang belum
dikonversi. Oleh karena itu sebaiknya segera konversi tanah Girik
melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Terkadang Pemerintah
juga mengadakan program ‘pemutihan’ yang dapat diikuti oleh pemilik
tanah Girik.
Tanah Eigendom
Tanah Eigendom adalah tanah yang memiliki status hak milik pada
rezim aturan pertanahan kolonial. Tanah Eigendom pada asasnya hanya
dapat dimiliki oleh masyarakat kolonial Eropa dan Timur Asing. Hanya
saja, masyarakat pribumi yang mau haknya atas tanah dipersamakan dengan
bangsa Eropa dan Timur Asing, dapat pula memiliki tanah eigendom dengan
status sebagai tanah Agrarische Eigendom.
Tanah Eigendom Verponding
Tanah Eigendom Verponding hampir sama dengan tanah Eigendom. Tanah
Eigendom Verponding adalah tanah berhak milih khas rezim pertanahan
kolonial barat bagi masyarakat pribumi. Hanya saja, bukti kepemilikannya
sebatas verponding alias surat tagihan atas pajak tanah dan bangunan.
Tanah ini juga harus sesegera mungkin dikonversi melalui pejabat
pertanahan setempat. Konversi tanah ini memperhatikan ketentuan yang ada
di dalam UU PA dan aturan turunannya. Sementara verponding daripada
tanah Eigendom Verponding sekarang berubah menjadi Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).
Tanah Petok D
Tanah Petok D adalah tanah yang memiliki alas hak surat tanah Petok
D. Sebelum terbit UU PA pada tahun 1960, status tanah Petok D
dipersamakan dengan tanah yang memiliki surat kepemilikan tanah alias
setara dengan sertifikat tanah. Akan tetapi, pasca UU PA, maka status
tanah Petok D tak ubahnya tanah Girik sehingga harus dikonversi sesuai
dengan ketentuan UU PA.
Tanah Letter C
Letter C sendiri adalah buku register pertanahan yang ada di desa
atau kampung atas kepemilikan tanah di lokasi tersebut secara turun
temurun. Letter C tersimpan di kepala desa masing-masing. Yang diberikan
kepada warga biasanya hanya kutipan letter c tersebut, girik, petok D,
dan lain sebagainya. Dengan kata lain tanah Letter C bermakna bahwa
tanah tersebut secara lengkap tercatat di buku Letter C dan terdapat
bukti lainnya berupa girik, kutipan letter c, dan lain sebagainya pada
pemilik tanah.
Letter C sendiri biasanya berisikan: Nomor Buku C; Kohir; Persil,
Kelas Tanah, adalah suatu letak tanah dalam pembagiannya atau disebut
juga (Blok); Kelas Desa, maksud dari kelas desa adalah suatu kelas tanah
yang dipergunakan untuk membedakan antara darat dan tanah sawah atau
diantara tanah yang produktif dan non produktif ini terjadi pada saat
menetukan pajak yang akan dipungut; Daftar Pajak Bumi yang terdiri atas
Nilai Pajak, Luasan Tanah (dalam meter persegi) dan Tahun Pajak; Nama
Pemilik Letter C, nama pemilik ini merupakan nama pemilik awal sampai
pemilik terakhir; Nomor urut pemilik; Nomor bagian persil; dan Tanda
Tangan dan stempel Kepala Desa/Kelurahan.
Tanah Letter C tidak serta merta sudah kuat bukti kepemilikannya.
Tetap saja demi keamanan, tanah Letter C tetap sebisa mungkin dikonversi
ke sertipikat tanah. Untuk melakukan konversi, silahkan datang ke
kantor pertanahan setempat dengan membawa bukti kepemilikan tanah yang
bersangkutan.
Sumber:
Lima Istilah Terkait Pertanahan yang Masih Membingungkan
Komentar
Posting Komentar