Langsung ke konten utama

UU PESANTREN, FORMALITAS ATAU JEBAKAN ?

dok.pribadi saya bersama KH. Mahfud Syaubari

Tiga bulan yang lalu UU Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren disahkan dan ini menjadi babak baru bagi dunia kepesantrenan di Indonesia. Pesantren yang sudah ada sejak beratus tahun yang lalu dengan ke khasan lokalnya tumbuh berkembang mencetak generasi – generasi yang berahklak mulia dan membaur dengan masyarakat penuh dengan kebebasannya justru kini harus diatur sedemikian rupa dengan adanya UU Pesantren. 

Sebelum saya bahas pasal – pasal yang multitafsir di UU Pesantren, terlebih dulu kita harus mendefinisikan apa itu pesantren? Menurut KH Imam Zarkasyi Gontor beliau mendefinisikan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kiai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kiai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya

Dari definisi tersebut, Pesantren tidak bisa lepas dari 5 hal pokok: Pertama, Pondok yaitu tempat bermukimnya para santri. Kedua, Kiai yaitu tokoh agama yang dihormati dan ditaati karena memiliki kelebihan keilmuan khususnya ilmu agama. Ketiga, Masjid yaitu tempat ibadah sekaligus sebagai pusat kegiatan pesantren. Keempat, Pengajaran agama Islam yaitu kitab – kitab kuning sebagai referensi pokok dalam kajian – kajian keislaman. Dan Kelima, Santri yaitu para pencari ilmu / peserta didik di pesantren.

Dari 55 Pasal yang ada dalam UU nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren ada beberapa catatan yang menurut saya multitafsir, diantaranya:
Pasal 9 ayat 1 “Dalam penyelenggaraan Pesantren, Kiai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf a harus: a. berpendidikan Pesantren; b. berpendidikan tinggi keagamaan Islam, dan/atau; c. memiliki kompetensi ilmu agama Islam”. Pasal ini bisa dianggap membatasi gerak para kiai, mengingat ada bahkan banyak pesantren yang kiainya bukan merupakan alumni pesantren, tidak pula berpendidikan tinggi dan juga tidak memilikiki kompetensi, namun menyandang maqam Kiai karena kekaromahannya, kewaliannya dan itu sudah menjadi hal yang turun temurun sebagai ke khasan di sebuah pesantren. 

Dalam pasal 13 ayat 1 disebutkan “Dalam penyelenggaraan Pesantren, kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf e dilaksanakan secara sistematis, terintegrasi, dan komprehensif”. 

Pengertian umum tentang Kitab kuning adalah kitab – kitab klasik yang berisi pelajaran – pelajaran agama Islam / dirasah Islamiyah yang diajarkan pada Pondok – pondok Pesantren, mulai dari fikih, akidah, akhlaq, tasawuf, tata bahasa arab (ilmu nahwu dan ilmu sharf), hadits, tafsir, ulumul qur’an, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (muamalah). Dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun), tidak seperti kitab Al-Qur'an.

Sedangkan istilah kitab kuning dalam UU tersebut menjadi poin kunci kurikulum pendidikan pesantren, meskipun ada klausul " atau" dirasah Islamiyah, di mana beberapa pesantren modern saat ini tidak lagi menggunakan kitab kuning sebagai referensi kurikulumnya.

Maka kedepan akan timbul pertanyaan, contoh dalam aspek kurikulum, apakah nantinya kurikulum pesantren itu akan diatur? Apakah akan ada standarisasi kitab kuning sebagai kurikulum baku? Atau apakah akan ada akreditasi pesantren terkait kurikulum tersebut?. Jika itu yang terjadi dengan adanya UU Pesantren ini secara tidak langsung pemerintah ikut campur  masuk keranah ke khasan pesantren itu sendiri.

Pasal 28 ayat 1 “Majelis Masyayikh merupakan perwakilan dari Dewan Masyayikh”. Ayat 2 “Ketentuan mengenai tata cara pembentukan Majelis Masyayikh diatur dengan Peraturan Menteri”. 

Sejarah membuktikan, sebelum adanya UU Pesantren, Pesantren sudah terlebih dahulu memiliki dewan masyayikh dan itu turun temurun tidak ada konflik dan justru menjadi cirri khas sebuah pesantren yang diagungkan. Pasal 28 tersebut kontradiktif dengan pasal 10 disebutkan “Dewan Masyayikh adalah lembaga yang dibentuk oleh Pesantren yang bertugas melaksanakan sistem penjaminan mutu internal Pendidikan Pesantren”. Dan pasal 11 “Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan independen sebagai perwakilan Dewan Masyayikh dalam merumuskan dan menetapkan sistem penjaminan mutu Pendidikan Pesantren” Jika keberadaan dewan masyayikh maupun majelis masyayikh diatur – atur oleh kementerian dimana letak kebebasan sebuah pesantren dalam mengatur manajemennya sendiri ?

Pada pasal Pasal 49 ayat 1 “Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan”. Ayat 2 “Ketentuan mengenai dana abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Presiden”.

Sudah kita ketahui bersama, bahwa beratus tahun lamanya Pesantren berdiri dan berkembang tanpa campur tangan pemerintah baik itu sejak zaman penjajahan saat ini. Tidak pernah kita dapati pesantren minta – minta sumbangan ke penjajah belanda waktu itu, begitupula tidak ada pesantren yang minta – minta bantuan ke pemerintah terkait pendanaan, yang ada pesantren mandiri pendanaan didapat dari pesantren sendiri dari amal usahanya dan hibah atau wakaf dari masyarakat sekitar. Lihatlah Pesantren Gontor, Sidogiri, Lirboyo, Langitan, Tebuireng, Ploso dan lain sebagainya. Pesantren tersebut kokoh mandiri dan justru bisa memberdayaan para santri dan alumni – alumninya berjiwa enterpreuner sejati. 

Adapula kekhawatiran sebagian kalangan dengan adanya dana abadi pesantren disinyalir sebagai upaya pembungkaman terhadap pesantren yang selama ini lurus dan kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro umat dengan adanya dana yang mengalir ke pesantren, pesantren tidak lagi kritis dan berbalik arah mendukung kekuasaan dan tidak lagi pro umat. Belum lagi kekhawatirannya jika pesantren tidak memiliki kemampuan administrasi yang mempuni, pesantren akan disibukkan dengan perkara administratif berkenaan dengan uang Negara, maka akan ada audit keuangan dari inspektorat, BPKP, dan KPK.

Dengan disahkannya UU nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren merupakan sejarah baru bagi dunia pesantren, ini bukti bahwa Negara mengakui keberadaan Pesantren yang telah beratus tahun keberadaannya yang usianya lebih tua dari Negara itu sendiri. Negara juga mengakui keberadaan kitab kuning sebagai khasanah rujukan keilmuan yang derajatnya setara dengan buku – buku rujukan akademik lainnya. Dengan adanya UU Pesantren secara legal formal kebaradaan Pesantren setara dengan pendidikan formal lainnya baik pesantren salafiyah maupun khalafiyah. 

Secara pribadi saya sepakat dengan adanya UU Pesantren, karena marwah pesantren terutama kiai dan santri terjaga jika mengacu pada ketentuan umum UU pesantren sebagaimana definisi kiai dan santri. Jika definisi tersebut dijalankan maka tidak ada lagi orang yang mengaku – aku sebagai kiai, ustadz ataupun lulusan santri tertentu jika ia tidak memiliki sanad keilmuan dan kesantrian. Apalagi dimusim jelang pemilu banyak yang mengaku – aku kiai, ustadz maupun santri demi meraup suara pemilih di pemilu cuma bermodal sorban dan sedikit ilmu agama itupun belajar dari internet. 

Begitu juga ketika dalam hal pengabdian pada Negara, lulusan pesantren memiliki hak yang sama untuk menjadi modin di kampung – kampung, jadi pegawai KUA, jadi pegawai kemenag, jadi guru dan lain sebagainya, dimana sebelum adanya UU Pesantren banyak santri yang mempuni bahasa arab, fikih dan disiplin ilmu lainnya namun terbentur aturan terkait ijazah pendidikan formal yang akhirnya ia tidak bisa menduduki jabatan – jabatan tersebut padahal mereka mampu. 

Namun, dibalik formalisasi pesantren, ada semacam jebakan yang membayangi kemandirian dan keunikan ke khasan pesantren itu sendiri yang lambat laun akan luntur seiring dengan campur tangan pemerintah dalam mengatur kurikulum di pesantren. Contoh, apakah ada standarisasi dalam pengajaran kitab kuning ? adanya akreditasi pesantren ? bahkan yang lebih melunturkan nilai keagungan pesantren ketika adanya sertifikasi kiai ? semoga saja tidak. 

Perlu di ingat, pesantren memiliki kultur atau ke khasan tersendiri yang mana ke khas an tersebut tidak lepas dari muatan lokal yang ada di masyarakat, contoh Pesantren Lirboyo diambil dari nama Lirboyo, begitu juga Pesantren Langitan, Pesantren Sidogiri, Pesantren Ploso, Pesantren Tambakberas, Pesantren Gontor, Pesantren Tebu Ireng dan lain sebagainya. Dan para muassis pesantren yang notabene nya para kiai dalam lingkup pesanren dan kultur masyarakat selalu memperkuat akidah ahlu sunnah waljamaah, mentransformasikan keilmuan yang bersanad pada santri dan turut serta ambil bagian dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.    

Sebagai penutup, dalam kacamata hukum saya melihat UU nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren ini bersifat administratif semata. Dan saya kutib kaidah fikih “Al Muhafadzah Alal Qadim al Shalih wal Akhdzu bil Jadid al Ashlah (Melestarikan nilai – nilai lama yang baik dan menerapkan nilai – nilai baru yang lebih baik)". Allahu A’lam. 

Penulis: Arip Imawan (Alumni Ponpes Al Falah – Tuban)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PASANG BARU PDAM GRESIK, GAMPANG DAN CEPAT

Air merupakan kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan bagi manusia, karena merupakan kebutuhan primer. Air untuk minum, mandi, cuci dan seabrek kebutuhan lain yang tak bisa dilepaskan dari air. dok pribadi Kantor Pusat PDAM Giri Tirta Gresik Saya akan berbagi pengalaman tentang cara daftar baru sebagai pelanggan PDAM. Kebetulan saya tinggal di wilayah Gresik maka sayapun datangi PDAM Giri Tirta Gresik yang berada di jalan Permata No. 7 Graha Bunder Asri Gresik Pertama – tama sebelum datang ke kantor PDAM, siapkan dahulu persyaratannya: 1.        Foto Copy KTP 2.        Foto Copy KK 3.        Foto Copy PBB 4.        Foto Copy SHM / AJB 5.        Foto Copy PLN 6.        Foto Copy Tagihan PDAM milik tetangga 7.        Surat Pengantar dari RT setempat ...

TANAH GIRIK, PETOK D & LETTER C

  PERTANYAAN Assalamualaikum, pak Arip mohon pencerahan singkat kekuatan hukum tanah yang punya Surat Girik, Petok D dan Petok C dibanding tanah yang sudah bersertipikat?. Terimakasih, wassalamualaikum (Marjadi – Gresik) JAWAB Waalaikumsalam, terimakasih pak Marjadi atas pertanyaannya . Perlu diketahui bahwa terkait pertanahan sudah ada UU yang mengaturnya, yaitu UU no 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria atau yang biasa disebut UUPA. Sebelum menjawab pertanyaan bapak terkait kekuatan hukumnya, terlebih dahulu kita bahas satu persatu apa itu Girik, petok D dan petok C / Letter C. 1. Tanah Girik   Istilah tanah Girik ini masih melekat di masyarakat khususnya didaerah pedesaan. Istilah tanah Girik biasanya digunakan masyarakat untuk merujuk pada tanah yang belum bersertifikat. Tanah Girik merupakan tanah yang dikuasai oleh salah satu pihak yang memiliki girik alias bukti pembayaran pajak atas tanah yang bersangkutan kepada otoritas kolonial. Girik...

KHUTBAH NIKAH - (1)

  dok.pribadi pernikahan Juni & Nana Khutbah nikah ini saya bacakan sewaktu pernikahan Juni & Nana versi videonya ada di link youtube https://www.youtube.com/watch?v=bqBWHyI4gtQ   إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه . يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَع...

CARA GUGAT CERAI DI PENGADILAN AGAMA

Assalamu'alaikum sobat, karena banyaknya pertanyaan dari klien tentang prosedur urus perceraian di Pengadilan Agama, daripada setiap ditanya saya menerangkan berulangkali, mending saya tulis saja di blog dan silahkan di dowload atau di copas sebagai referensi. Pertama-tama saya awali dengan mukadimah bahwa yang namanya perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan yang sah antara suami dan istri dimuka peradilan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memberikan batasan-batasan alasan cerai yang diperbolehkan serta dapat diterima di Pengadilan. Jika Anda (Istri) berpikir bahwa rumah tangga Anda sudah tidak bisa dipertahankan lagi, lalu Anda memutuskan untuk mengajukan gugatan perceraian, tindakan pertama yang bisa dilakukan ialah dengan cara mendaftarkan Gugatan Perceraian. Sesuai dengan PP No 9/1975 tentang Pel...

GUS BAHA' "MANUSIA QUR'AN"

Pernah suatu ketika Ust Adi Hidayat mengatakan bahwa di Rembang ada manusia Qur'an, dan beliu menyebut nama Gus Baha' sebagai manusia Qur'an Begitupula pada sebuah kesempatan, Prof. Quraisy Syihab berkata "Sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al-Qur'an hingga detail-detail fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur'an seperti Pak Baha'". KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha' adalah putra seorang ulama' ahli Qur'an KH. Nursalim Al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah, sebuah desa di pesisir utara pulau jawa. KH. Nursalim adalah murid dari KH. Arwani Al-Hafizh Kudus dan KH. Abdullah Salam Al-Hafizh Pati. Dari silsilah keluarga ayah beliau inilah terhitung dari buyut beliau hingga generasi ke-empat kini merupakan ulama'-ulama' ahli Qur'an yang handal. Silsilah keluarga dari garis ibu beliau merupakan silsilah keluarga bes...